Pontianak , Kalbar —10 November 2025
Dewan Pimpinan Pusat Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (DPP RAJAWALI) menyoroti serius temuan dana kas Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) yang mengendap senilai Rp1,5 triliun. Dana tersebut terparkir dalam bentuk deposito dan giro di Bank Kalbar. Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Kalbar, Harisson, mengklaim bahwa dana tersebut bukan "uang nganggur" melainkan berasal dari peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum optimal dibelanjakan.
Ketua Umum DPP RAJAWALi, Melalui juru bicara Krista Hadi Wijaya,menyatakan keprihatinannya atas informasi ini. "Meskipun Sekda menjelaskan bahwa dana tersebut berasal dari peningkatan PAD dan disimpan dalam bentuk deposito on call, kami tetap mempertanyakan efektivitas pengelolaan keuangan daerah. PAD yang tinggi seharusnya bisa segera dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kalbar, bukan malah mengendap di bank," ujarnya. Senin (10/11/25).
Aspek Hukum dan Regulasi
DPP RAJAWALi menyoroti beberapa aspek hukum terkait pengelolaan dana daerah ini:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: Undang-undang ini mengatur prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara, termasuk efisiensi, efektivitas, dan transparansi. DPP RAJAWALi mempertanyakan apakah penyimpanan dana dalam bentuk deposito sudah memenuhi prinsip-prinsip tersebut.
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah: PP ini mengatur lebih detail mengenai pengelolaan keuangan daerah, termasuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. DPP RAJAWALi mendesak agar Pemprov Kalbar menjelaskan secara rinci dasar hukum penyimpanan dana tersebut dalam bentuk deposito.
- Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
DPP RAJAWALi juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip pengelolaan keuangan yang baik (good governance) jika dana tersebut tidak dikelola secara transparan dan akuntabel.
"Kami meminta Pemprov Kalbar untuk membuka data secara transparan terkait pengelolaan dana ini. Masyarakat berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola dan dimanfaatkan untuk pembangunan. Kami juga akan mengawal kasus ini hingga tuntas untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum" Tegas Krista
DPP RAJAWALi akan terus mengawal isu ini dan mendesak Pemprov Kalbar untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dan transparan kepada publik. RAJAWALi juga akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan tidak ada indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana tersebut. "Kami tidak ingin dana rakyat hanya menjadi bancakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," tegas sang juru bicara dengan semangat.
(Cahaya)


